Jumat, 24 Juli 2015

Cerpen.. Bukan Lintang Laskar Pelangi

Al kisah.... 

Pada suatu hari saya  berencana untuk melakukan bimbingan skripsi di kampus saya. Pada saat perjalanan pulang tepatnya memasuki kecamatan Pujon, terdapat antrian karnaval yang sangaaaat panjang sehingga mengakibatkan jalanan macet total!. bener-bener macet totalll...!!!. Hal ini ditandai dengan tidak beranjaknya roda kendaraan saya hingga lima belas menit waktu berselang, padahal saat itu saya sedang mengendarai kendaraan roda dua.

Sebagai seorang yang sudah terlatih responsive dalam berbagai keadaan, akhirnya muncullah ide dari otak saya yang brllian ini untuk mencari jalan pintas atau yang biasa disebut dengan jalan tikus agar lekas terhindar dari kubangan macet yang mana taraf kemacetannya sudah mengalahkan daerah-daerah di Jakarta macam Grogol dan Bundaran HI. Lebih-lebih saat itu saya lihat ada 4 pengendara lain di depan saya yang juga putar haluan lewat jalan tikus, saya pun tambah terlecut semangat saya. Hati saya akhirnya bisa berteriak “Akhirnyaaaaa…. aku akan lepas dari kemacetan ini”.

Saya tidak menyangka ternyata bagian terdalam kota Pujon rupanya memiliki panorama alam yang sangat indah sekali, meskipun Pujon merupakan jalan yang selalu saya lintasi pada saat pulang- pergi kuliah, tapi belum pernah sekalipun saya masuk ke bagian terdalamnya. Udara yang sejuk, air yang mengalir jernih, tanah yang subur serta suara kicauan burung yang saling bersautan ikut menggenapkan keindahan yang ada di tempat itu. Di samping kanan kiri jalan yang saya lalui terhampar sawah penduduk yang tertata rapi dengan pemandangan gunung Panderman yang tampak gagah menjulang membuat perjalanan terasa sangat asyik, saya melihat ke empat pengendara di depan saya juga merasakan hal yang sama, mereka tampak mengendarai kendaraan dengan santai sambil bercengkrama, rupanya mereka sudah saling kenal satu sama lainnya. Saya sengaja menjaga posisi saya agar tetap di belakang mereka dan tidak mendahului karena saya tidak mau jauh dari ke empat pengendara tsb, sebab jalan-jalan yang saya lewati sudah terasa asing sekali bagi saya, apalagi sejak meninggalkan lokasi kemacetan tadi saya sudah melalui banyak sekali tikungan-tikungan dan percabangan jalan, sehingga kalaupun mau balik lagi saya sudah tidak hafal jalurnya. Lebih2 saya belum punya hp canggih yg ada fasilitas macam GPS, Google eart, Wikimappia ato aplikasi2 seduluran nya. 

Lama saya memacu kendaraan saya, sedikit demi sedikit mulai Nampak kecemasan yang menggelayuti perasaan saya, Saya mulai berpikir ke mana gerangan tembusnya jalan ini nanti, sebab kota Pujon secara geografis di sebelah timur berbatasan dengan Kota Batu, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Ngantang, sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Mojokerto. Waktu memasuki jalan tikus pertama kali, Saya tadi mengambil arah utara, namun dalam perjalanannya banyak sekali belokan-belokanyang saya lalaui sehingga sekarang sudah tidak jelas lagi ke arah mana perjalanan saya ini.  Dulu saya memang pernah menitipkan hewan ternak sapi saya di daerah utara pemandian Dewi Sri desanya namanya apa saya sendiri sudah lupa, dearahnya menanjak dan berkelok-kelok . saya sering ke daerah tersebut dengan rekan saya entah itu hanya sekedar liat kondisi sapi atau sekedar bermain, tapi anehnya daerah tersebut tidak saya jumpai. Lantas pertanyaannya di mana posisi saya saat ini? Kecemasan saya mulai menjadi-jadi tatkala indicator bensin saya sudah menunjuk warna merah tanda bensin dalam tangki akan segera memasuki musim kemarau alias akan segera habis. Saya pun memutuskan untuk berpisah dari ke empat pengendara di depan saya yang keliatannya juga mulai bingung dan memilih mencari jalan sendiri.

Mentari sudah hendak menyelinap ke peraduannya ketika saya mulai melaju untuk pulang. Lelah dan lapar pun menyerang tak terperi. Sementara saya pribadi bukan tipikal orang yang suka dan bisa menahan lapar. Bila lapar menyerang dan tak segera tersalurkan maka badan saya akan gemetaran, terutama tangan, istilah medisnya tremor. Secara Biologis, proses rasa lapar dimulai ketika asupan glukosa ke otak kurang sehingga otakpun mengirimkan sinyal rasa lapar. Apabila rasa lapar saya tak segera direspon maka berbagai gejala seperti gementar, keringat dingin dan kadang kala pusingpun ikut menyerang.
Sungguh ironi... Jika Lintang dalam serial Laskar Pelangi untuk menempuh sekolah setiap hari mesti harus mengayuh sepeda " Onthel" hingga 80 km. Melewati hutan, rawa2 bahkan sampai dihadang buaya dalam perjalanan, itu memang Di karenakan kondisinya memang tidak menawarkan pilihan lain.... Lha kalo yang saya alami ini beda, walaupun sama sama menerobos hutan- hutan, tapi itu semua saya lakukan karena ketidak tahuan saya.


 Akhirnya setelah melaui berbagai perjuangan dan Tanya sana sini saya pun menemukan jalan Raya Pujon yang sudah saya kenali dan yang saya lewati tiap pulang-pergi kuliah. Dan lucunya jalan tembusannya lokasinya lebih kurang 500 meter di depan dari jalan yang saya memutuskan melewati jalan tikus tadi. He he..☻

Tidak ada komentar: